Ngalamnews – Jumat (13/11/2020) dini hari, netizen digemparkan dengan kabar dari BBC News Indonesia yang melakukan investigasi perluasan lahan sawit di Papua yang diduga dilakukan oleh Perusahan Korea selatan ( Korindo Group) dengan cara illegal.

Perusahaan ini telah membuka hutan Papua lebih dari 57.000 hektar, atau hampir seluas Seoul, ibu kota Korea Selatan. Hutan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat adat Papua secara turun temurun.

Namun kini menjadi garda terdepan perluasan bisnis perusahaan sawit. Suku Mandobo dan Malind yang tinggal di pedalaman Papua, perlahan kehilangan hutan adat yang menjadi tempat mereka bernaung.

Dalam hasil penyelidikannya, FSC (Forest Stewardship Council) mengesampingkan tudingan bahwa Korindo Group melakukan pembakaran hutan dan tidak terlibat dalam segala aktivitas ilegal lainnya yang menggunakan api dalam praktik pembukaan lahan.

Namun, investigasi terbaru yang dilakukan Forensic Architecture dan Greenpeace yang dirilis pada Kamis (12/11) mengungkap bukti kebakaran lahan “yang disengaja” di area konsensi Korindo, selama periode 2001-2016.

Temuan ‘kesengajaan’ pembakaran hutan itu diperoleh dari riset yang dilakukan Forensic Architecture yang berbasis di Goldsmith University, Inggris dengan Greenpeace. “Kami menemukan bahwa pola, arah dan kecepatan pergerakan api sangat cocok dengan pola, kecepatan, arah pembukaan lahan.

Ini menunjukkan bahwa kebakaran dilakukan dengan sengaja,” ujar peneliti senior Forensic Architecture, Samaneh Moafi yang dikutip dari BBC News Indonesia.

Korindo Group bersikukuh menegaskan bahwa kebakaran di area itu terjadi karena kemarau panjang, pihaknya mengaku pembukaan lahan dilakukan menggunakan alat berat.

Korindo juga mengklaim kebakaran di area konsesinya dipicu oleh warga yang berburu tikus tanah yang bersembunyi di bawah tumpukan kayu, aksi yang oleh perusahaan disebut “menyebabkan kerugian finansial yang besar bagi operasional kami”.

Namun bertolak belakang dengan pernyataan dari warga yang tinggal di dekat area konsesi PT Dongin Prabhawa itu.

Sefnat Mahuze, warga Kampung Tagaepe, mengaku melihat dengan kepala sendiri pembakaran lahan yang dilakukan pekerja perusahaan.

“Saya melihat mereka kumpul batang-batang kayu, ranting-ranting kayu. Itu alat-alat berat yang kumpul, mereka tumpuk. Tumpuk di jalur,” jelas Sefnat, menuturkan peristiwa yang dilihatnya pada 2012 silam ketika dia berkunjung ke perusahaan untuk mengurus permohonan dari warga.

“Panjang, mungkin sekitar 100 – 200 [meter] baru mereka siram pakai solar, baru mereka bakar,” ujarnya kemudian.

Dia menambahkan, kebakaran ini “sudah berjalan bertahun-tahun” sejak perusahaan membongkar hutan.

“Sampai 2016 baru selesai.”

Kepala Kampanye hutan Greenpeace Asia Tenggara, Kiki Taufik, mengatakan investigasi yang dilakukan bersama Forensic Architecture ini penting untuk menegaskan Korindo menggunakan api dalam pembersihan lahan.

Padahal dalam regulasi di Indonesia hal itu tidak dibenarkan. “Tidak diperbolehkan atau melanggar hukum apabila ada perusahaan menggunakan api, karena api adalah cara termurah bagi perusahaan bagi perusahaan untuk [melakukan] land clearing.” Tuturnya.

Praktik pembakaran untuk pembukaan adalah ilegal di Indonesia, menurut UU Perkebunan dan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). S

Sampai berita ini dibuat, postingan video mengenai laporan kerusakan hutan Papua telah disukai lebih dari 33 ribu dan diretweet lebih dari 20 ribu akun Twitter. Di sisi lain, akun Twitter Korindo Group juga mengunggah video yang seolah mengklarifikasi laporan BBC itu.

Dalam captionnya, mereka menulis “kami berkomitmen bahwa perusahaan menerapkan sistem Zero Burning, untuk mewujudkan perusahaan sawit yang lestari dan berwawasan lingkungan.” Namun saat dicek detikcom pagi ini, tweet itu sudah dihapus. (ndh)

By Riyadi